mediaedukasianda,- Kepala Biro Penerangan
Masyarakat Divisi Humas POLRI Brigjen Rikwanto, menuturkan orang yang
menebarkan informasi palsu atau hoax di dunia maya akan dikenakan hukum
positif.
Hukum positif yang dimaksud adalah hukum yang
berlaku. Maka, penebar hoax akan dikenakan KUHP, Undang-Undang No.11 Tahun 2008
tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), Undang-Undang No.40 Tahun
2008 tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis, serta tindakan ketika
ujaran kebencian telah menyebabkan terjadinya konflik sosial.
Rikwanto mengungkapkan, penebar hoax di dunia maya
juga bisa dikenakan ujaran kebencian yang telah diatur dalam KUHP dan UU lain
di luar KUHP.
Ujaran kebencian ini meliputi penghinaan,
pencemaran nama baik, penistaan, perbuatan tidak menenangkan, memprovokasi,
menghasut, dan penyebaran berita bohong.
"Jadi, hoax ini harus ada yang dirugikan, baik
itu seseorang atau korporasi yang merasa dirugikan. Kalau enggak ada, ya
cenderung gosip di dunia maya. Perlu ada obyek dan subyek dari hoax ini,"
ujar Rikwanto di Dewan Pers, Jakarta, Kamis 12 Januari 2017.
Rikwanto menjelaskan, ujaran kebencian ini biasanya
bertujuan untuk menghasut dan menyulut kebencian terhadap individu dan/atau
kelompok masyarakat, antara lain suku, agama, aliran keagamaan,
keyakinan/kepercayaan, ras, antargolongan, warna kulit, etnis, gender, kaum
difabel, hingga orientasi seksual.
"Ujaran kebencian atau hate speech ini dapat
dilakukan dalam bentuk orasi kampanye, spanduk, jejaring media sosial,
penyampaian pendapat di muka umum, ceramah keagamaan, media massa cetak maupun
elektronik, sampai pamflet," tuturnya.
Sementara itu, Direktur Jenderal Aplikasi
Informatika Kementerian Komunikasi dan Informatika, Semuel Abrijani Pangerapan,
dasar hukum penanganan konten negatif saat ini telah tercantum dalam perubahan
UU ITE.
Dia memaparkan, Pasal 40 ayat (2) Undang-Undang
No.19 Tahun 2016 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang No.11 Tahun 2008 tentang
Informasi dan Transaksi Elektronik, Pasal 40 ayat (2a) Undang-Undang No.19
Tahun 2016 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang No.11 Tahun 2008 tentang
Informasi dan Transaksi Elektronik.
Lalu, Pasal 40 ayat (2b) Undang-Undang No.19 Tahun
2016 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang No.11 Tahun 2008 tentang Informasi
dan Transaksi Elektronik, sampai Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika
No.19 Tahun 2014 tentang Penanganan Situs Bermuatan Negatif.
Semuel mengatakan, bicara hoax itu ada dua hal.
Pertama, berita bohong harus punya nilai subyek obyek yang dirugikan. Kedua,
melanggar Pasal 28 ayat 2 Undang-Undang No.11 Tahun 2008 tentang Informasi dan
Transaksi Elektronik.
Pasal 28 ayat 2 itu berbunyi, "Setiap orang
dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukkan untuk
menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok
masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antargolongan
(SARA)"
"Kalau berita-berita itu menimbulkan
kebencian, permusuhan, dan mengakibatkan ketidakharmonisan di tengah
masyarakat. Sanksinya hukuman (pidana penjara) selama enam tahun dan/atau denda
Rp 1 miliar," kata Semuel.
Source:
https://www.brilio.net/creator/penebar-hoax-bisa-dijerat-segudang-pasal-bb6f60.html.
0 komentar:
Post a Comment