mediaedukasianda,- The most important day of a
person's education is the first day of school, not Graduation Day. Hari pertama
sekolah adalah peristiwa penting bagi anak-anak.
Begitu penting sehingga banyak yang mengingatnya
sampai dewasa, termasuk saya.
Saat pertama memasuki Taman Kanak-kanak puluhan
tahun lalu, saya termasuk yang enggan dan gentar memasuki masa sekolah. Saya
takut anak-anak lain akan nakal kepada saya, gurunya galak, atau pelajarannya
sulit. Kekhawatiran saya barangkali beralasan.
Saya termasuk anak yang jarang bergaul di luar
lingkungan keluarga. Saya juga termasuk anak kesayangan kakek-nenek yang selalu
ada dalam perlindungan mereka. Ditambah saya kurang bisa berbahasa Indonesia
saat itu, karena di rumah selalu memakai bahasa Jawa. Maka hari pertama sekolah
adalah hari yang ingin saya hindari, atau kalau bisa ditunda.
Ketika saatnya tiba, saya berangkat diantar Bapak
yang sengaja izin masuk kerja lebih siang. Kami berjalan menuju halaman sekolah
tempat anak-anak lain sudah berkumpul. Tangan saya tak lepas dari gandengan
Bapak. Saat guru-guru meminta anak-anak berbaris dan para orangtua diminta
bergeser ke tepi, hati saya makin ciut.
Tangisan beberapa anak lain yang tak ingin berpisah
dari orangtuanya membuat ingin rasanya berlari ke gandengan Bapak dan pulang ke
rumah. Sorot ketakutan di mata saya sepertinya disadari Bapak.
Hal yang kemudian membuat saya sedikit tenang
adalah saat Bapak saya mendekati guru yang bertanggung jawab di kelas saya dan
mengajaknya berbicara, sambil sesekali menengok ke arah saya, seolah
mengatakan, “Itu anakku, tolong dijaga.”
Pukul 06:51 WIB Guru bersalaman dengan murid baru
kelas I saat hari pertama masuk sekolah, di SD Negeri Palmerah 07 Pagi,
Palmerah Utara, Jakarta, Senin (18/7/2016). Sebanyak 65 murid baru di SDN
Palmerah 07 Pagi nampak diantar oleh orangtua pada hari pertama tahun ajaran
baru 2016/2017. (KOMPAS.com / RODERICK ADRIAN MOZES)
Kehadiran Bapak di hari pertama sekolah itu seperti
menegaskan bahwa telah terjadi pengertian antara pihak sekolah dengan Bapakku
sehingga aku akan baik-baik saja. Kejadian yang jauh berbeda saya alami bertahun-tahun
kemudian saat saya mengantar anak sulung saya ke sekolah di hari pertama.
Meski usianya lebih muda karena baru memasuki
kelompok bermain, namun anak saya sangat antusias ingin sekolah. Karena
sekolahnya dekat, kami berjalan kaki menuju sekolah. Dengan celana kedodoran
dan tas kebesaran, anak saya dengan riang menikmati perjalanan itu. Sungguh
bertolak belakang dibanding saat saya pergi ke sekolah dahulu.
Sesampai di sekolah, dia juga langsung bergabung
dengan teman-teman barunya dan tidak ragu mengajak ngobrol guru-gurunya. Bahkan
ketika diajak bernyanyi bersama, dia maju ke depan dan meminta pengeras suara
dari gurunya karena ingin bernyanyi sendiri.
Saya menduga rasa percaya dirinya menghadapi hari
pertama sekolah karena kami memang membiasakan dia bergaul dengan semua orang
dan selalu memberi gambaran bahwa sekolah itu menyenangkan. Sebelumnya, kami
juga selalu mengajak dia saat mendaftar maupun mengurus administrasi di
sekolah.
Selain itu, saya memperkenalkannya secara langsung
kepada guru-gurunya sebelum dia resmi masuk agar dia tidak merasa terasing.
Saya melakukan itu mengingat pengalaman saya dulu yang merasa sendirian di
lingkungan baru dengan bahasa yang tidak saya pahami sepenuhnya.
Di sisi lain, mengantarkan anak sekolah ternyata
juga menyenangkan bagi orangtua. Karena pada momen itu kita menyaksikan
peristiwa-peristiwa tak terduga. Seperti anak-anak yang berebut menyanyi, atau
anak-anak yang dengan cuek melepas sepatunya saat masuk kelas, atau anak yang
ketiduran karena mungkin terbiasa bangun siang.
Itu juga yang saya alami Senin (18/7/2016) saat
mengantar anak kedua saya ke sekolah pertama kali. Sesuai dengan karakternya
yang lebih pendiam, anak kedua saya tidak memperlihatkan kegembiraan berlebih
saat masuk sekolah, bahkan cenderung bosan karena merasa ngantuk.
Ada sedikit rasa takut karena beberapa kali ia
mencari-cari bapak dan ibunya. Saya teringat pengalaman sendiri dan bersyukur
bisa mendampinginya hari ini. Setidaknya keberadaan kami menunjukkan bahwa hari
pertamanya ini adalah suatu peristiwa penting yang layak dihadiri. Tentu ada
juga anak-anak yang menangis dan meronta minta pulang.
Nah, bagaimana para guru menangani hal-hal tersebut
bisa kita jadikan gambaran bagaimana nanti
anak-anak kita akan dididik, sehingga sejak awal kita bisa terlibat
dalam pendidikan anak dan tidak serta merta menyerahkan segalanya pada sekolah.
Oleh karena itu, Gerakan Mengantar Anak di Hari
Pertama Sekolah, yang digagas Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud)
melalui surat edaran Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 4 Tahun 2016 adalah gerakan yang bagus untuk menanamkan
saling pengertian antara anak, orangtua, dan sekolah. Mendikbud Anies Baswedan
mengajak orangtua mengantar anaknya di hari pertama sekolah dengan harapan
komunikasi orangtua dan guru yang dimulai sejak dini menjadi gerbang membentuk
tim pendidik yang solid.
Saya sendiri meyakini, anak yang melihat
orangtuanya dekat dengan orang-orang, komunitas, atau institusi tertentu, akan
merasa lebih nyaman untuk masuk ke lingkungan tersebut.
Bila anak merasa nyaman, maka proses pendidikannya
pun akan berlangsung mengasyikkan bagi anak dan juga gurunya.
Saya jadi ingat kata Mendikbud saat meninjau
kegiatan hari pertama masuk sekolah di SDN Polisi 1, Kota Bogor, Senin
(18/7/2016): "Sekolah itu seperti maraton, prosesnya panjang. Sekolah
bukan soal nilai saja, yang penting bagaimana anak mencintai belajar.”
Source: https://edukasi.kompas.com/read/2016/07/19/06511211/pentingnya.mendampingi.anak.dihari.pertama.masuk.sekolah.
0 komentar:
Post a Comment