mediaedukasianda,- Tawuran yang sering
dilakukan pada sekelompok remaja terutama oleh para pelajar seolah sudah tidak
lagi menjadi pemberitaan dan pembicaraan yang asing lagi ditelinga kita. Inilah
beberapa contoh yang bisa kita kemukakan sebagai bukti terjadinya tawuran yang
dilakukan oleh para remaja beberapa tahun lalu.
Dalam hal tawuran, di
kota-kota besar seperti Jakarta, Surabaya, dan Medan, tingkat tawuran antar
pelajar sudah mencapai ambang yang cukup memprihatinkan. Data di Jakarta
misalnya (Bimmas Polri Metro Jaya), tahun 1992 tercatat 157 kasus perkelahian
pelajar.
Tahun 1994 meningkat
menjadi 183 kasus dengan menewaskan 10 pelajar, tahun 1995 terdapat 194 kasus
dengan korban meninggal 13 pelajar dan 2 anggota masyarakat lain. Tahun 1998
ada 230 kasus yang menewaskan 15 pelajar serta 2 anggota Polri, dan tahun
berikutnya korban meningkat dengan 37 korban tewas.
Terlihat dari tahun
ke tahun jumlah perkelahian dan korban cenderung meningkat. Bahkan sering
tercatat, dalam satu hari di Jakarta terdapat sampai tiga kasus perkelahian di
tiga tempat sekaligus (www.smu-net. com).
Kalau kita baca
uraian diatas jelas sangat tidak sinkron antara tujuan UU no.20 tahun 2003
tetang system pendidikan dengan kenyataan yang ada dilapangan, bahkan jauh
sebelum UU no. 20 tahun 2003 lahir, tauran pelajar sudah terjadi,,
pertanyaannya adalah apakah dengan lahirnya UU no. 20 tahun 2003 bisa mengatasi tawuran pelajar ? atau mungkin ada masalah
lain ?.
Bagaimana mengatasi
tauran yang hampir tiap hari terjadi di Jakarta ? langkah-langkah apa saja yang bisa
dilakukan agar tauran bisa diatasi
1. Pengertian Tawuran
Dalam kamus bahasa
Indonesia “tawuran”dapat diartikan sebagai perkelahian yang meliputi banyak
orang. Sedangkan “pelajar” adalah seorang manusia yang belajar. Sehingga pengertian
tawuran pelajar adalah perkelahian yang dilakukan oleh sekelompok orang yang
mana perkelahian tersebut dilakukan oleh orang yang sedang belajar
Secara psikologis,
perkelahian yang melibatkan pelajar usia remaja digolongkan sebagai salah satu
bentuk kenakalan remaja (juvenile deliquency). Kenakalan remaja, dalam hal
perkelahian, dapat digolongkan ke dalam 2 jenis delikuensi yaitu situasional
dan sistematik.
a.
Delikuensi situasional, perkelahian terjadi
karena adanya situasi yang “mengharuskan” mereka untuk berkelahi. Keharusan itu
biasanya muncul akibat adanya kebutuhan untuk memecahkan masalah secara cepat.
b.
Delikuensi sistematik, para remaja yang terlibat
perkelahian itu berada di dalam suatu organisasi tertentu atau geng. Di sini
ada aturan, norma dan kebiasaan tertentu yang harus diikuti angotanya, termasuk
berkelahi. Sebagai anggota, tumbuh kebanggaan apabila dapat melakukan apa yang
diharapkan oleh kelompoknya. Seperti yang kita ketahui bahwa pada masa remaja
seorang remaja akan cenderung membuat sebuah genk yang mana dari pembentukan
genk inilah para remaja bebas melakukan
apa saja tanpa adanya peraturan-peraturan yang harus dipatuhi karena ia berada
dilingkup kelompok teman sebayanya.
2. Teori Belajar Sosial
Teori belajar sosial
lebih memperhatikan faktor tarikan dari luar. Bandura (dalam Sarwono, 2002) mengatakan bahwa dalam
kehidupan sehari- hari pun perilaku agresif
dipelajari dari model yang dilihat dalam keluarga, dalam lingkungan
kebudayaan setempat atau melalui media massa.
3. Teori Kualitas Lingkungan
Strategi yang dipilih
seseorang untuk stimulus mana yang diprioritaskan atau diabaikan pada suatu waktu tertentu akan menentukan reaksi
positif atau negatif terhadap lingkungan. Berikutnya adalah teori Kualitas
Lingkungan yang salah satunya meliputi kualitas fisik (ambient condition).
Berbicara mengenai
kualitas fisik (ambient condition), Rahardjani dan Ancok (dalam Prabowo, 1998)
menyajikan beberapa kualitas fisik yang mempengaruhi perilaku yaitu:
kebisingan, temperatur, kualitas udara, pencahayaan dan warna.
Menurut Ancok (dalam
Prabowo, 1998), keadaan bising dan temperatur yang tinggi akan mempengaruhi
emosi para penghuni. Sedangkan menurut Holahan (dalam Prabowo, 1998) tingginya
suhu dan polusi udara paling tidak dapat menimbulkan dua efef yaitu efek
kesehatan dan efek perilaku.
Tawuran pelajar
merupakan salah satu bentuk perilaku negatif yang sangat marak terjadi dikota
-kota besar, misalnya Jakarta. Permasalahan remeh dapat menyulut pertengkaran
individual yang berlanjut menjadi perkelaian masal dan tak jarang melibatkan
penggunaan senjata tajam atau bahkan senjata api.
Banyak korban yang
berjatuhan, baik karena luka ringan, luka berat, bakan tidak jarang terjadi
kematian. Tawuran ini juga membawa dendam berkepanjangan bagi para pelaku yang
terlibat didalamnya dan sering berlanjut pada tahun-tahun berikutnya.
Hal ini tentunya
merupakan fenomena yang sangat memprihatinkan. Generasi yang diharapkan mampu
membawa perubahan bangsa kearah yang lebih baik ternyata jauh dari harapan. Kondisi
ini juga dapat membawa dampak buruk bagi masa depan bangsa.
Lickona menyebutkan
beberapa tanda dari perilaku manusia yang menunjukkan arah kehancuran suatu
bangsa antara lain meningkatnya kekerasan dikalangan remaja, pengaruh kelompok
sebaya terhadap tindakan kekerasan, dan semakin kaburnya pedoman moral.
1. Faktor- Faktor Yang Menyebabkan Tawuran
Pelajar
Berikut ini adalah faktor-faktor
yang menyebabkan tawuran pelajar, diantaranya :
a. Faktor
Internal
Faktor internal ini terjadi didalam diri individu
itu sendiri yang berlangsung melalui proses internalisasi diri yang keliru
dalam menyelesaikan permasalahan disekitarnya dan semua pengaruh yang datang
dari luar.
Remaja yang melakukan perkelahian biasanya tidak
mampu melakukan adaptasi dengan lingkungan yang kompleks. Maksudnya, ia tidak
dapat menyesuaikan diri dengan keanekaragaman pandangan, ekonomi, budaya dan
berbagai keberagaman lainnya yang semakin lama semakin bermacam-macam.
Para remaja yang mengalami hal ini akan lebih
tergesa-gesa dalam memecahkan segala masalahnya tanpa berpikir terlebih dahulu
apakah akibat yang akan ditimbulkan. Selain itu, ketidakstabilan emosi para
remaja juga memiliki andil dalam terjadinya perkelahian. Mereka biasanya mudah
friustasi, tidak mudah mengendalikan diri, tidak peka terhadap orang-orang
disekitarnya.
Seorang remaja biasanya membutuhkan pengakuan
kehadiran dirinya ditengah-tengah orang-orang sekelilingnya. Di antara pelajar
laki-laki, tawuran seperti sudah menjadi tradisi yang harus dilakukan. Kalau
enggak tawuran, enggak jantan, enggak keren, enggak mengikutiperkembangan
zaman, atau banyak lagi anggapan lain.
Dalam studinya tentang kekerasan, Foucault, seorang
psikolog sosial, menyatakan bahwa kekerasan adalah buah dari simbolisasi
perlawanan akan bentukan emosi yang menekan manusia secara eksistensial. Disisi
yang lain, Eric Fromm menyatakan bahwa kekerasan adalah wujud dari ketakutan
dan keterancaman.
Dari dua teori diatas, kita tentu memahami mengapa
pelajar melakukan kekerasan. Sebagai manusia remaja, pelajar, dalam pengalaman
keseharian mereka, merasakan bentukan hegemoni dari orang yang lebih dewasa
(orang tua, guru dan sekolah itu sendiri) melalui aturan normative yang
membelit kebebasan mereka.
Mereka lebih sering dituntut untuk memahami segala
bentuk tatanan yang sifatnya baru bagi mereka daripada diberikan kebebasan
untuk berpikir kritis atas tatanan-tatanan tersebut. Mereka merasakan sebuah
keterancaman eksistensial dimana keberadaan mereka tidak terlalu diakui sebagai
selayaknya manusia yang setara. Mereka adalah gudang kesalahan yang setiap hari
selalu diposisikan sebagai sosok yang tidak pernah benar di mata orang dewasa.
Mereka berkelompok karena mereka merasakan sebuah
perasaan senasib. Perasaan senasib tersebut menimbulkan sebuah solidaritas
masal yang sifatnya fanatis dan simbolik. Mereka yang tidak bisa memenuhi
tuntutan solidaritas tidak akan terekrut dalam kelompok-kelompok yang ada.
Disinilah mereka harus menunjukan jati diri eksistensi mereka.
Minuman keras, narkoba, dan perkelahian bukan
sekedar eksperimentasi mereka sebagai remaja melainkan juga menjadi semacam
metode simbolik untuk bisa diterima oleh kelompok-kelompok yang ada. Tanpa
kelompok-kelompok itu, mereka akan mengalami perasaan kesepian yang mendalam
karena teralienasi baik oleh kelompok manusia dewasa maupun seusia mereka.
b. Faktor
Eksternal
Faktor eksternal adalah faktor yang datang dari
luar individu, yaitu :
1. Faktor
Keluarga
Keluarga adalah tempat dimana pendidikan pertama
dari orangtua diterapkan. Jika seorang anak terbiasa melihat kekerasan yang
dilakukan didalam keluarganya maka setelah ia tumbuh menjadi remaja maka ia
akan terbiasa melakukan kekerasan karena inilah kebiasaan yang datang dari
keluarganya.
Selain itu ketidak harmonisan keluarga juga bisa
menjadi penyebab kekerasan yang
dilakukan oleh pelajar. Suasana keluarga yang menimbulkan rasa tidak aman dan
tidak menyenangkan serta hubungan keluarga yang kurang baik dapat menimbulkan
bahaya psikologis bagi setiap usia terutama pada masa remaja.
Menurut Hirschi (dalam Mussen dkk, 1994).
Berdasarkan hasil penelitian ditemukan bahwa salah satu penyebab kenakalan remaja dikarenakan tidak
berfungsinya orang tua sebagai figure teladan yang baik bagi anak (hawari,
1997).
Berdasarkan hasil penelitian ditemukan bahwa salah
satu penyebab kenakalan remaja dikarenakan tidak berfungsinya orang tua sebagai
figure teladan yang baik bagi anak (hawari, 1997). Jadi disinilah peran orangtua
sebagai penunjuk jalan anaknya untuk selalu berprilaku baik.
2. Faktor
Sekolah
Dalam beberapa diskusi atau tulisan yang dimuat di
media masa, beberapa ahli atau penggiat pendidikan sering mengopinikan adanya
kebutuhan akan kegiatan-kegiatan positif yang mampu mewadahi kreativitas dan
dinamisasi kehidupan remaja dalam rangka mengurangi angka terjadinya tawuran
antar siswa baik di tingkat SMP atau SMU.
Kegiatan-kegiatan positif bisa dibentukan dalam
aktivitas persahabatan antar sekolah yang lebih menitikberatkan kepada
persoalan-persoalan ilmiah. Dari kegiatan tersebut akan muncul sebuah keakraban
universal diantara mereka para pelajar.
Sekolah tidak hanya untuk menjadikan para siswa pandai secara akademik namun juga
pandai secara akhlaknya . Sekolah merupakan wadah untuk para siswa
mengembangkan diri menjadi lebih baik. Namun sekolah juga bisa menjadi wadah
untuk siswa menjadi tidak baik, hal ini dikarenakan hilangnya kualitas pengajaran
yang bermutu.
Contohnya
disekolah tidak jarang ditemukan ada seorang guru yang tidak memiliki
cukup kesabaran dalam mendidik anak muruidnya akhirnya guru tersebut
menunjukkan kemarahannya melalui kekerasan. Hal ini bisa saja ditiru oleh para
siswanya. Lalu disinilah peran guru dituntut untuk menjadi seorang pendidik
yang memiliki kepribadian yang baik.
Menjadi guru lebih mudah ketimbang menjadi sahabat
mereka. Pelajar membutuhkan perasaan diterima dan diakui sebagai manusia yang
berkedudukan setara dengan siapapun juga. Mereka muak untuk dipaksa memahami
tanpa memiliki kesempatan untuk dipahami. Perilaku mereka adalah sebuah
kompensasi atas perasaan teralienasi dalam dunia belajar mengajar.
Satu satu solusi jangka panjang yang mungkin
dilakukan adalah merubah paradigma guru. Guru sebaiknya memahami mereka sebagai
remaja yang lahir dari kultur keluarga, masyarakat dan pribadi yang berbeda.
Kultur remaja memiliki belief dan values sendiri yang tidak bisa ditekan untuk
menerima kultur dewasa yang universal. Menekan mereka hanya akan membentuk
bangunan hegemoni kepada mereka yang terkompensasi dalam perilaku destruktif
mereka sebagai sebuah simbol perlawanan eksistensial demi mendapatkan pengakuan
3. Faktor
Lingkungan
Lingkungan rumah dan lingkungan sekolah dapat
mempengaruhi perilaku remaja. Seorang remaja yang tinggal dilingkungan rumah
yang tidak baik akan menjadikan remaja tersebut ikut menjadi tidak baik.
Kekerasan yang sering remaja lihat akan membentuk pola kekerasan dipikiran para
remaja.
Hal ini membuat remaja bereaksi anarkis. Tidak
adanya kegiatan yang dilakukan untuk mengisi waktu senggang oleh para pelajar
disekitar rumahnya juga bisa mengakibatkan tawuran.
Dosen Psikologi Universitas Indonesia, Winarini
Wilman, dalam diskusi bersama Litbang Kompas, bulan lalu, mengatakan, fenomena
tawuran pelajar di Jakarta sudah terjadi selama puluhan tahun.
Dari kacamata psikologis, ujar Winarini, tawuran
merupakan perilaku kelompok. Ada sejarah, tradisi, dan cap yang lama melekat
pada satu sekolah yang lalu terindoktrinasi dari siswa senior kepada yuniornya.
Tawuran lebih sering terjadi di jalanan, jauh dari
sekolah. Tawuran juga sering kali terjadi di titik yang sama dan waktu yang
sama. Aparat keamanan pun sering berjaga di titik tersebut, tetapi siswa yang
hendak tawuran selalu bisa mencari cara untuk tetap tawuran.
Dalam penelitian untuk disertasi berjudul ”Student
Involvement in Tawuran: A Social-psychological Interpretation of Intergroup
Fighting among Male High School Students in Jakarta”, tahun 1996-1997, Winarini
menemukan adanya fenomena barisan siswa (basis) yang terdiri atas 10-40 siswa.
Mereka bersama-sama pergi dan pulang sekolah naik
bus umum. Basis itu terbentuk berdasarkan keyakinan bahwa mereka akan diserang
oleh sekolah musuh bebuyutan mereka (Kompas, 26/11).
2. Hal Yang Menjadi Pemicu Tawuran
Fenomena tawuran yang terjadi di Indonesia beberapa
pekan terakhir membuka mata kita kembali akan maraknya kekerasan dalam
pergaulan sosial remaja pelajar Indonesia yang lama sempat tengelam ditengah
hiruk pikuk carut marut pendidikan nasional. Bila dicermati, respon masyarakat
awam maupun kalangan pendidikan terhadap fenomena tawuran selalu saja
mengkambinghitamkan problem-problem sosial di luar sekolah yang mempengaruhi
pembentukan perilaku negatif pelajar. Disinilah letak penyimpangan intepretasi
sosial yang terkadang mewujud kepada penanganan yang selama ini terbukti tidak
efektif mengurangi angka kejadian tawuran pelajar di Indonesia. Seorang
Psikolog tersohor, Maslow, mengkategorikan beberapa motif perilaku kepada
bangunan piramida motivasi manusia. Dalam teori motivasinya, Maslow menyebutkan
bahwa salah satu motivasi tindakan manusia adalah untuk memperoleh pengakuan
eksistensial dari sesamanya. Disinilah titik penting yang sering terlepas dari
kesadaran kritis kita dalam menyoroti fenomena tawuran antar pelajar selama
ini.
Pelajar adalah manusia yang hidup dalam situasi
transisi antara dunia anak menuju dewasa. Disinilah ruang dimana seorang
manusia remaja mulai menyadari kebutuhan-kebutuhan sosialnya untuk diterima
sekaligus diakui oleh komunitas masyarakat disekitarnya. Ruang baru yang mereka
huni tersebut terkadang menuntut hadirnya kultur solidaritas yang dalam
beberapa kasus, bukan tidak mungkin, menyimpang menjadi sebuah sikap fanatisme
dan vandalisme. Inilah mengapa kemunculan fenomena tawuran selalu diwarnai
dengan kehadiran kelompok-kelompok vandalistik (baca: gank) yang biasanya
mengundang perasaan-perasaan fanatisme berlebih dari setiap anggotanya.
Banyak sekali alasan yang bisa menjadikan tawuran
antar-pelajar terjadi. Pelajar sering kali tawuran hanya karena masalah sepele,
seperti saling ejek, berpapasan di bus, pentas seni, atau pertandingan sepak
bola. Bahkan, yang baru terjadi awal bulan ini, tawuran dipicu saling ejek di
Facebook, yang kemudian sampai menyebabkan nyawa seorang pelajar melayang.
Padahal, jejaring sosial, kan, hanya untuk having fun, bukan untuk menjadi
pemicu tawuran.
Tak jarang disebabkan oleh hanya saling menatap
antar sesama pelajar yang berbeda sekolahan. Bahkan saling rebutan wanita pun
bisa menjadi pemicu tawuran. Dan masih banyak lagi sebab-sebab lainnya. Selain
alasan-alasan yang spontan, ada juga tawuran antar-pelajar yang sudah menjadi
tradisi.
Dari
jajak pendapat Kompas pada bulan Oktober, dengan responden di 12 kota di
Indonesia, diketahui sebanyak 17,5 persen responden mengakui bahwa saat dia
bersekolah SMA, sekolahnya pernah terlibat tawuran antar-pelajar. Tidak sedikit
pula responden atau keluarga responden yang mengaku pada masa bersekolah
terlibat tawuran atau perkelahian massal pelajar. Jumlahnya mencapai 6,6 persen
atau sekitar 29 responden.
Di antara pelajar laki-laki, tawuran seperti sudah
menjadi tradisi yang harus dilakukan. Kalau enggak tawuran, enggak jantan,
enggak keren, enggak mengikuti perkembangan zaman, atau banyak lagi anggapan
lain.
Dosen Psikologi Universitas Indonesia, Winarini
Wilman, dalam diskusi bersama Litbang Kompas, bulan lalu, mengatakan, fenomena
tawuran pelajar di Jakarta sudah terjadi selama puluhan tahun. Dari kacamata
psikologis, ujar Winarini, tawuran merupakan perilaku kelompok. Ada sejarah,
tradisi, dan cap yang lama melekat pada satu sekolah yang lalu terindoktrinasi
dari siswa senior kepada yuniornya.
Tawuran lebih sering terjadi di jalanan, jauh dari
sekolah. Tawuran juga sering kali terjadi di titik yang sama dan waktu yang
sama. Aparat keamanan pun sering berjaga di titik tersebut, tetapi siswa yang
hendak tawuran selalu bisa mencari cara untuk tetap tawuran.
Dalam penelitian untuk disertasi berjudul ”Student
Involvement in Tawuran: A Social-psychological Interpretation of Intergroup
Fighting among Male High School Students in Jakarta”, tahun 1996-1997, Winarini
menemukan adanya fenomena barisan siswa (basis) yang terdiri atas 10-40 siswa.
Mereka bersama-sama pergi dan pulang sekolah naik bus umum. Basis itu terbentuk
berdasarkan keyakinan bahwa mereka akan diserang oleh sekolah musuh bebuyutan
mereka (Kompas, 26/11).
3. Dampak Karena Tawuran Pelajar
a. Kerugian
fisik, pelajar yang ikut tawuran kemungkinan akan menjadi korban. Baik itu cedera ringan, cedera berat, bahkan sampai
kematian
b. Masyarakat
sekitar juga dirugikan. Contohnya : rusaknya rumah warga apabila pelajar yang
tawuran itu melempari batu dan mengenai rumah warga
c. Terganggunya
proses belajar mengajar
d. Menurunnya
moralitas para pelajar
e. Hilangnya
perasaan peka, toleransi, tenggang rasa, dan saling menghargai
4. Hal-Hal Yang Dapat Dilakukan Untuk Mengatasi
Tawuran Pelajar
Untuk menghilangkan tawuran antar-pelajar yang
sudah mengakar, tentu dibutuhkan usaha keras. Banyak usulan yang dilontarkan
untuk mengurangi tawuran antar-pelajar. Beberapa di antaranya memindahkan
sekolah, memotong generasi di sekolah, atau memotong mata rantai tradisi
tawuran.
Salah satu upaya mengurangi tawuran yang juga
pernah dilakukan adalah memindahkan letak sekolah karena diduga lingkungan
sekolah yang terlalu ramai di tengah kota mengakibatkan tekanan mental lebih
berat bagi siswa. Pada periode 1980-an, SMA 7 Gambir, Jakarta, terlibat konflik
dengan STM Boedi Oetomo Pejambon. Kemudian, pada awal tahun 1990-an, SMA 7
dipindahkan ke wilayah Karet Pejompongan untuk memutus tawuran dengan STM Boedi
Oetomo.
Ketua KPAI Maria Ulfah Anshor mengungkapkan, tradisi
tawuran bisa diputus dengan menanamkan nilai-nilai kepada anak-anak di rumah.
”Keluarga mempunyai peranan penting untuk menanamkan nilai menghargai
perbedaan, yang nyata dalam kehidupan dan tidak bisa dihindari. Nah, bagaimana
menghargai perbedaan itu menjadi sesuatu yang positif,” kata Maria Ulfah.
Untuk itulah, ketika melakukan mediasi antara SMA 6
dan SMA 70 Jakarta, KPAI juga mengundang pihak orangtua. ”Sistem pendidikan
kita seharusnya juga ikut mendukung itu. Dulu ada pelajaran budi pekerti, tetapi
kurikulum menghilangkannya dengan alasan sudah terintegrasi dengan pelajaran
lain. Padahal, kenyataannya, nilai-nilai dari budi pekerti itu memang tidak
diajarkan, hilang begitu saja,” ujarnya.
Maria Ulfah juga mengusulkan memotong mata rantai
pemicu tawuran. Terkadang kita tidak tahu apa yang menjadi penyebab tawuran,
yang kemudian mengakar sampai ke generasi berikutnya. Nah, kata Maria Ulfah,
mengapa tidak mengubah paradigma tawuran, permusuhan antar-pelajar tak perlu
disikapi dengan perlawanan.
”Harus diputus tradisi senior yang memanas-manasi
yuniornya supaya terlibat tawuran. Ada baiknya pula menghidupkan kembali
pertandingan persahabatan antarsekolah. Kalau zaman dulu pertandingan olahraga
bisa mempererat hubungan antarpelajar, kenapa sekarang tidak?” ungkapnya.
Harapan KPAI tentu menjadi harapan kita semua.(suSIE berindra)
Solusi Untuk Mengatasi Tawuran Di
Sekolah
a.
Memberikan pendidikan moral untuk para pelajar
b.
Menghadirkan seorang figur yang baik untuk
dicontoh oleh para pelajar. Seperti
hadirnya seorang guru, orangtua, dan teman sebaya yang dapat mengarahkan
para pelajar untuk selalu bersikap baik
c.
Memberikan perhatian yang lebih untuk para
remaja yang sejatinya sedang mencari
jati diri
d.
Memfasilitasi para pelajar untuk baik dilingkungan
rumah atau dilingkungan sekolah untuk
melakukan kegiatan-kegiatan yang bermanfaat
diwaktu luangnya. Contohnya :
membentuk ikatan remaja masjid atau karangtaruna dan membuat acara-acara yang
bermanfaat, mewajibkan setiap siswa mengikuti organisasi atau ekstrakulikuler
disekolahnya.
e. e.
Bahkan antara tahun 2002 sampai tahun
2005 tauran mulai berkurang karena pada saat itu Dinas Pendidikan DKI Jakarta
memberikan instruksi kepada seluruh sekolah khususnya SLTA agar
tiap-tiap sekolah siswanya mengikuti kegiatan kesiswaan dengan system
mentoring.
Kartini kartono pun
menawarkan beberapa cara untuk mengurangi tawuran remaja, diantaranya :
1.
Banyak mawas diri, melihat kelemahan dan
kekurangan sendiri dan melakukan koreksi terhadap kekeliruan yang sifatnya
tidak mendidik dan tidak menuntun
2.
Memberikan kesempatan kepada remaja untuk
beremansipasi dengan cara yang baik dan
sehat
3.
Memberikan bentuk kegiatan dan pendidikan yang
relevan dengan kebutuhan remaja zaman
sekarang serta kaitannya dengan perkembangan bakat dan potensi remaja.
Source: vanela-fantasy.blogspot.com
Diposting oleh Lukman Novantyas
para Member setia Fansbetting,
ReplyDeleteuntuk kalian para pecinta permainan casino online
yang mungkin sedang mencari agen terpercaya dengan bonus rollingan yang besar
kami menyarankan kepada kalian semua para member setia kami
bahwa kami akan memberikan BONUS ROLLINGAN 0.70% untuk kalian semua
dan langsung otomatis masuk ke dalam id kalian,
jadi untuk kalian yang mau mencoba bonus ini dan ingin bermain di salah satu agen yang terpercaya
kalian bisa bermain bersama kami . fansbetting.com
* CLAIM NOW AND JOIN US *
Untuk keterangan lebih lanjut, segera hubungi kami di:
WA : +855963156245^_^
Ayo tunggu apalagi !!
ReplyDeleteajoqq^^com
mau dapat penghasil4n dengan cara lebih mudah....
mari segera bergabung dengan kami.....
di ajoqq^^com...
segera di add Whatshapp : +855969190856
Izin ya admin..:)
ReplyDeleteMain dan Menangkan permainan bersama kami di ARENADOMINO 8 permainan poker online tanpa robot silahkan main dan buktikan sendiri jika kesulitan bisa
dibantu dalam pendaftaran silahkan langsung bergabung untuk info lebih jelas WA +855 96 4967353
Terbaik blog mu mas:)
ReplyDelete