mediaedukasianda,-
Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat kembali melemah setelah
penutupan perdagangan pada Kamis (8/2/2018). Dikutip dari laporan Bloomberg,
nilai tukar rupiah terdepresiasi mencapai level Rp 13.603 per USD dan terpantau
merosot hingga 48 poin atau setara dengan 35 persen (metrotvnews.com,
8/2/2018).
Tercatat nilai tukar rupiah terhadap dolar AS terus
mengalami pelemahan mencapai 1,35 persen sejak kamis (1/2/2018). Selain itu,
melemahnya nilai tukar rupiah ini merupakan yang paling tinggi setelah sempat
terjadi paada level Rp 13.609 per USD pada 27 Oktober 2017 silam.
Beberapa analisis menyebutkan bahwa tekanan yang
terjadi terhadap nilai tukar rupiah salah satunya disinyalir karena membaiknya
perekonomian Amerika Serikat. Faisyal analis Monex Investindo Futures
mengatakan bahwa adanya sentimen penguatan dolar tetap terjaga setelah
Departemen Tenaga Kerja AS merilis data keterserapan tenaga kerja serta indeks
upah di Amerika Serikat yang lebih baik dari estimasi.
Dengan demikian, ekspektasi para pelaku pasar uang
semakin kuat terhadap rencana The Fed menaikkan suku bunga acuan pada awal
Maret 2018 (tribunnews.com, 2/2/2018)
Bank Indonesia memberikan respon terkait gejolak
nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat saat ini adalah dinamika normal.
Deputi Gubernur Senior BI Mirza Adityaswara mengatakan fluktuasi yang terjadi
pada nilai tukar rupiah sebagai bentuk respon pelaku pasar dalam melakukan
penyesuaian terhadap rencana The Fed menaikkan suku bunga acuan (okezone.com,
8/2/2018).
Saat ini kinerja perekonomian Indonesia masih cukup
baik dalam menghadapi fluktuasi yang terjadi dipasar global. Berdasarkan data
BPS, pada tahun 2017 kinerja perekonomian Indonesia mengalami pertumbuhan
sebesar 5,07 persen dibanding tahun 2016 yang hanya sebesar 5,03 persen.
Data Bank Indonesia tingkat inflasi sampai januari
2018 masih cukup stabil diangka 3,25 persen. Selain itu, adanya sentimen
positif dari kenaikan cadangan devisa negara di awal tahun ini. Sesuai data
yang dirilis Bank Indonesia, posisi cadangan devisa Indonesia akhir Januari
2018 tercatat USD 131,98 miliar, atau lebih tinggi dibandingkan posisi akhir
Desember 2017 sebesar USD 130,20 miliar.
Meskipun ada sentimen positif dalam menghadapi
tekanan yang terjadi pada rupiah, kondisi tersebut harus tetap menjadi
perhatian lebih bagi pemerintah agar nilai tukar rupiah bisa segera kembali
stabil dalam jangka pendek.
Menurut penulis, Bank Indonesia memiliki peran
strategis dalam menjaga stabilitas nilai tukar rupiah. Salah satunya dengan
menjaga laju inflasi agar tetap stabil. Jika tingkat inflasi tinggi, maka akan
mempengaruhi penurunan daya beli masyarakat, sehingga dapat menyebabkan rupiah
terdepresiasi.
Pengendalian tingkat inflasi dapat dilakukan
melalui kebijakan moneter dan kebijakan fiskal. Lewat kebijakan moneter dapat
dilakukan penerapan kebijakan diskonto oleh bank sentral, selain itu dapat juga
melalui operasi pasar terbuka.
Kemudian pada kebijakan fiskal untuk menjaga agar
inflasi tetap stabil, yaitu dengan menghemat belanja atau pengeluaran
pemerintah sehingga akan mengurangi permintaan barang dan jasa. Mekanisme lain
dapat dilakukan lewat pembebanan pajak barang dan jasa untuk mengontrol pola
konsumsi masyarakat.
Kemudian strategi selanjutnya, yaitu meningkatkan
cadangan devisa negara untuk menjaga nilai tukar rupiah. Semakin besar devisa
yang masuk di Indonesia akan membuat nilai rupiah akan semakin kuat. Terdapat
beberapa strategi untuk meningkatkan devisa negara, yaitu meningkatkan peran
Indonesia dalam perdagangan internasional.
Saat ini sektor ekspor menjadi salah satu sektor
yang memberikan kontribusi cukup besar terhadap devisa negara, sehingga
ekspansi atau perluasan tujuan pasar ekspor penting dilakukan. Perluasan pasar
ekspor bisa dilakukan dengan melakukan kesepakatan kerjasama perdagangan.
Berdasarkan data yang ada saat ini, ekspor
Indonesia mayoritas masih mengarah ke pasar tradisional seperti Amerika
Serikat, China dan Jepang. Indonesia perlu membidik pasar ekspor baru misalkan
melakukan kesepakan kerja sama ke pasar non-tradisonal, seperti wilayah Amerika
tengah dan selatan, wilayah Eropa, Timur Tengah, serta Afrika.
Indonesia juga perlu memanfaatkan pembangunan
melalui sektor pariwisata untuk memperkuat modal pembangunan. Berdasarkan data
dari World Travel and Tourism Council (WTTC), sektor pariwisata telah
memberikan kontribusi terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) sebesar 9,2 persen.
Selain itu, sektor pariwisata juga merupakan
penyumbang devisa terbesar kedua, yang pada tahun 2016 mencapai USD 13.568
milliar (detik.com, 17/10/2017). Sektor pariwisata juga memiliki peran penting
untuk meningkatkan pertumbuhan sektor-sektor lain lewat penyerapan tenaga
kerja, serta penarikan investor asing untuk menanamkan modal didalam negeri.
Source:
Riski Wicaksono, Peneliti Bidang Ekonomi The Indonesian
Institute.
0 komentar:
Post a Comment