INDONESIA - Foto ini mungkin tampak biasa bagi yang tak memperhatikan dengan saksama—dua pria pribumi memanggul tandu, diatasnya duduk seorang perempuan Eropa tua dengan anggun, diiringi oleh dua wanita lain bergaya kolonial.
Namun di balik ketenangan hutan tropis dan senyum kecil sang nyonya, terpatri jejak luka yang dalam dari masa penjajahan Belanda di Nusantara.
Gambar ini adalah representasi nyata dari ketimpangan sosial dan kekuasaan kolonial.
Dalam sistem yang dibangun oleh kolonialisme, rakyat pribumi tak hanya dijajah secara politik dan ekonomi, tetapi juga dalam tubuh dan tenaga.
Mereka dijadikan alat transportasi hidup, mengangkat tubuh penjajah melintasi alam mereka sendiri, di tanah leluhur mereka sendiri.
Perhatikan ekspresi wajah para pemanggul tandu—tenang, tapi menyimpan kelelahan yang tak terucap.
Mereka tidak hanya membawa tubuh sang nyonya, tapi juga memikul simbol penindasan dan dominasi.
Dalam pakaian lusuh dan kaki telanjang, mereka berdiri kontras dengan pakaian bersih dan sepatu rapi para wanita Eropa di belakang.
Foto ini seakan ingin menunjukkan siapa “tuan”, dan siapa “pelayan.”
Namun, ini bukan sekadar dokumentasi masa lalu. Ini adalah pengingat keras tentang bagaimana kolonialisme menata ulang tatanan sosial—di mana manusia dinilai dari warna kulit dan asal negaranya, bukan dari martabatnya.
Foto ini penting untuk terus dipelajari, karena disanalah kita bisa belajar: bahwa kemerdekaan bukan hanya tentang bendera dan lagu kebangsaan, tapi tentang mengangkat derajat manusia yang selama ini dipijak.
-----
📸 Source: KITLV - @potolawas
🔍 Mari renungkan kembali sejarah ini—agar kita tidak mengulangnya, dan agar kita tahu bagaimana harga sebuah kemerdekaan benar-benar dibayar dengan keringat, nyawa, dan martabat. (Mauna Nusantara)
0 komentar:
Post a Comment