BLORA - Untuk pertama kalinya digelar, acara Musyawarah Perencanaan Pembangunan Kelompok Rentan (Musrenbang Keren) yang digagas Bupati H. Arief Rohman, S.IP, M.Si dan Wakil Bupati, Tri Yuli Setyowati, ST, MM, dengan melibatkan perempuan, anak, lansia, dan kaum disabilitas mendapatkan banyak apresiasi.
Acara yang berlangsung terbatas secara luring dan dapat diikuti secara daring melalui zoom meeting maupun live streaming di Pendopo Rumah Dinas Bupati ini
Wakil Bupati Blora Tri Yuli Setyowati, ST, MM menyampaikan definisi kelompok rentan (Keren) adalah kelompok masyarakat yang memiliki risiko tinggi ketika terjadi bencana.
“Mereka terdiri orang-orang lanjut usia, anak-anak, fakir miskin, perempuan hamil dan orang dengan disabilitas,” terangnya ketika menyampaikan paparan dalam acara Musyawarah Rencana Pembangunan (Musrenbang) Keren di pendopo rumah dinas Bupati Blora, Selasa (02/0
3/2021).
Menurut Wakil Bupati ada beberapa permasalahan kelompok rentan yang ada di Kabupaten Blora. Yaitu masih adanya kematian bayi (tahun 2020 : 8,55 per angka kelahiran/KH). Masih adanya kematian balita (tahun 2020 :10, 11 per 1000 KH).
“Kemudian masih adanya kematian ibu, di tahun 2020 ada 10 kasus,” ucapnya.
Berikutnya, masih kurangnya akses terhadap disabilitas dalam pelayanan publik. Masih belum adanya lansia yang belum mendapat pelayanan publik.
Selanjutnya, masih adanya anak putus sekolah (Tahun 2020 : 0,04 persen SD/MI, 0,9 persen SMP/MI).
“Selain itu masih rendahnya kaum perempuan dalam peningkatan ekonomi. Itu karena beberapa perempuan, kerana naluri seorang ibu, justru rela tidak dibayar ketika melakukan pekerjaan,” ungkapnya.
Dan, yang tidak kalah pentingnya, lanjut Wakil Bupati Blora, masih adanya balita Stunting.
Sebelumnya ia menyampaikan permohonan maaf karena Bupati Blora Arief Rohman, S.IP, M.Si tidak bisa hadir secara langsung dalam acara Musrenbang Keren dikarenakan tugas dinas ke Jakarta untuk melaksanakan kontrak kerjasama dengan Kemenpan RB terkait pembangunan Mal Palayanan Publik di Kabupaten Blora.
“Mal Pelayanan Publik tahun ini sudah harus ada. Dan harus segera terwujud dalam waktub dekat,” ucapnya.
Acara yang difasilitasi Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Blora itu dihadiri Sekda Blora Komang Gede Irawadi, SE,M.Si dan diikuti peserta perwakilan OPD, Forum Anak, PWRI, LVRI, dan Organisasi Perempuan di Blora.
Mengawali acara, diperdengarkan lagu kebangsaan Indonesia Raya dilanjutkan doa yang dibacakan oleh salah seorang warga disabilitas.
Selanjutnya laporan kegiatan yang disampaikan oleh Plt. Kepala Bappeda Blora Aunur Rofiq, SE, M.Si.
Pada kesempatan yang sama, Ketua TP PKK Kabupaten Blora Hj. Ainia Shalichah, SH, M.Pd.AUD, M.Pd.BI dalam paparannya menyampaikan penegasan terkait peran perempuan serta menyampaikan apresiasi bahwa Musrenbang Keren baru pertama kali dilaksanakan.
Bahkan dirinya berkesempatan untuk pertama kali tampil setelah dilantik menjadi Katua TP PKK dan Ketua Dekranasda Blora periode 2021-2026.
“Jangan remehkan perempuan. Perempuan bisa menjadi aktor strategis di dalam pembangunan. Tidak hanya membangun desa-desa, tetapi juga pembangunan di kabupaten Blora yang dapat mengubah Kabupaten Blora menjadi unggul dan berdaya saing,” ungkapnya.
Bunda Ain, sapaan Hj. Ainia Shalichah Ketua TP PKK Kabupaten Blora, menyampaikan prosentase jumlah penduduk laki-laki dan perempuan berdasarkan prediksi Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2025 mencapai tak kurang dari 869.765 jiwa.
“Perbandingannya, laki-laki 428.284 jiwa atau 49,24 persen. Perempuan 441.881 jiwa atau 50,76 persen. Dengan demikian jumlah perempuan lebih banyak dibandingkan laki-laki,” urainya.
Sedangkan Indeks Pembangunan Gender (IPG) kabupaten Blora mengalami kenaikan dari 83 pada tahun 2016 menjadi 84,05 di tahun 2020.
“IPG yang mendekati 100 itu secara jelas mengindikasikan bahwa semakin kecil kesenjangan pembangunan antara laki-laki dan perempuan,” jelasnya.
Hj. Ainia Shalichah juga memaparkan presentase perempuan di lembaga pemerintah tahun 2020 berdasarkan perempuan di kabupaten Blora dalam data, ada 13,33 persen.
Kemudian jumlah Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) di tingkat kecamatan dan kabupaten tahun 2019 ada dua.
“Kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak tahun 2019 ada 14 kasus,” ungkapnya.
Sedangkan cakupan perempuan dan anak korban kekerasan yang mendapatkan penanganan pengaduan tahun 2020 sudah 20 persen.
Dalam clossing statement, Hj. Ainia Shalichah, menyampaikan keterlibatan perempuan menjadi syarat mutlak dalam upaya mewujudkan pembangunan yang berkeadilan.
“Negara tidak mungkin sejahtera jika perempuannya dibiarkan tertinggal, tersisihkan dan tertindas,” tutupnya.
Pada kesempatan acara yang sama DPRD Blora juga menyampaikan paparan secara virtual. Acara dilaksanakan dengan menerapkan protokol kesehatan. (Redaksi).
0 komentar:
Post a Comment