BLORA - Pemerintah Kabupaten Blora menegaskan komitmennya untuk penanganan dan perlindungan terhadap anak. Pelayanan pada anak dan keluarga ini diwujudkan dalam sistem penanganan terpadu berupa Pusat Kesejahteraan Sosial Anak Integratif (PKSAI) Kabupaten Blora.
Kehadiran PKSAI diharapkan bisa mencegah kekerasan sejak dini. Sebab, setiap anak memerlukan dukungan hak dan perlindungan dari berbagai pihak, mulai keluarga, lingkungan dan pemerintah. Sehingga pemenuhan hak anak dan perlindungan bisa diberikan.
Layanan integrasi ini juga menjadi tulang punggung mengatasi masalah kerentanan anak yang perlu ditangani sejak dini. Sehingga sistem ini tidak hanya kekerasan anak, tetapi juga memastikan anak-anak yang mengalami masalah pengasuhan, keberlanjutan pendidikan, anak berkebutuhan khusus, anak dengan kemiskinan dan keterbatasan akses layanan dasar juga ikut disasar.
"Semua pihak akan berkolaborasi bersama untuk mencegah kekerasan anak dan memastikan hak mereka terpenuhi," kata Bupati Blora H. Djoko Nugroho di sela-sela Launching PKSAI Kabupaten Blora, Minggu (23/02/2020).
Ia melanjutkan, PKSAI ini merupakan bentuk penanganan permasalahan anak sebelum terjadinya kasus-kasus kekerasan. Pelayanan dengan manajemen terintegrasi mulai dari pengaduan pendampingan dan pelayanan, akan menjadi model layanan yang diperlukan.
“Model layanan ini tidak hanya respon kasus, namun juga pemetaan anak-anak kelompok rentan. Sehingga upaya ini mampu menekan angka anak yang bermasalah,” ungkapnya.
Ia melanjutkan, layanan anak integratif membutuhkan kerja kolaboratif dari lintas sektor untuk perlindungan anak dan kesejahteraan sosial. Kolaborasi yang maksimal bisa dihasilkan jika semua pihak tahu visi misi serta selaras dalam mengerjakan tugas yang menjadi bagiannya.
PKSAI Kabupaten Blora ini, tak lain sebagai bentuk apresiasi kepada anak-anak di Kabupaten Blora yang telah berani mengutarakan permasalahan sebelum terjadinya kasus kekerasan. Sistem terintegrasi ini sekaligus membawa Kabupaten Blora untuk mendapat prioritas sebagai kabupaten layak anak.
Kepala Dinas Sosial Perlindungan Perempuan dan Anak (Dinsos P3A) Kabupaten Blora, Indah Puwaningsih mengatakan, PKSAI ini merupakan layanan integrasi penanganan tindak kekerasan, eksploitasi, penelantaran dan perlakuan salah terhadap anak. Salah satu bentuk pemenuhan hak anak atas perlindungan adalah layanan untuk respon kasus dan pengurangan risiko terhadap terjadinya kasus kekerasan, eksploitasi dan penelantaran.
"Kami juga ingin menciptakan keterpaduan dalam upaya penanganan kelompok risiko dan tindak kekerasan serta memberikan perlindungan secara terintegratif kepada anak," kata Indah.
Di Kabupaten Blora sendiri sepanjang 2019 lalu ada 30 kasus anak yang ditangani. Jumlah itu mengalami peningkatan dari tahun sebelumnya yang terdapat 23 kasus yang terjadi pada anak. "Harapannya setelah ada PKSAI penanganan bisa lebih cepat dan bisa melakukan deteksi sejak dini," sambungnya.
Kepala Perwakilan UNICEF Pulau Jawa Arie Rukmantara menuturkan, peluncuran pelayanan PKSAI ini merupakan suatu capaian penting yang tidak hanya bagi Kabupaten Blora melainkan juga Indonesia.
"Apalagi dengan kompleksitas permasalahan kesejahteraan sosial dan perlindungan anak serta berbagai isu yang kerap kita hadapi setiap hari," kata Arie.
Ia melanjutkan, role model PKSAI sendiri sampai sejauh ini diterapkan di berbagai daerah di Indonesia. Salah satunya di Aceh terdapat tiga daerah, Sulsel enam daerah, Jatim empat daerah, Jateng empat daerah, NTB dan Sulteng sedang dalam proses pembentukan. Pihaknya optimis jika semua pihak berkomitmen untuk bekerjasama, tentu akan menciptakan pemenuhan hak anak serta lingkungan yang Iayak untuk anak-anak.
"Agar mereka bisa tumbuh dan berkembang secara aman, kita semua harus bisa memastikan anak-anak mencapai potensinya," jelasnya.
Ia menyadari, kerja keras dan tantangan yang menyertai usaha ini, kolaborasi yang kuat antar pihak di Kabupaten Blora akan menjadi pembeda. Merujuk data tentang kekerasan terhadap anak di Indonesia, maka harus ada upaya konkret yang bisa dilakukan untuk mencegah kekerasan itu.
"Kalau semua pihak bisa kolaborasi bersama, maka angka kekerasan pada anak itu bisa terus ditekan. Termasuk melakukan pencegahan sejak dini dengan deteksi anak-anak rentan,” jelasnya.
(SB)